Dibalik Pencabutan Ribuan Perda PDRD

Kreasi Me - Beberapa waktu yang lalu, pemerintah pusat mencabut ribuan peraturan daerah (Perda) yang sudah diberlakukan oleh pemerintah daerah (Pemda). Tentu bukan alasan Pemerintah pusat mencabut peraturan yang sudah diberlakukan tersebut.

           Tidak tanggung-tanggung jumlah Perda yang dicabut mencapai 1.152 peraturan. Tentu saja, jumlah perda yang dicabut tersebut bukanlah angka  yang kecil Prof.Dr.Zudan Arif Fakrulloh.SH.MH, ahli hukum Depdagri sangat menyayangkan pencabutan  Perda tersebut. "Namun, apabila tidak layak untuk diberlakukan maka mau tidak mau Depdagri harus bertindak tegas untuk mencabut Perda, agar dikemudian hari Perda tersebut tidak menimbulkan permasalahan,"ungkapnya. Kebanyakan aturan-aturan yang disajikan oleh pemerintah daerah tidak bersinergi dengan ketentuan yang diproduksi oleh pemerintah pusat. Walhasil, kata pembatalan atau pencabutan Perda merupukan jurus terakhir yang harus dilakukan Depdagri. Simak penuturan Zudan lebih lanjut berdasarkan hasil wawancara dengan ITR beberapa waktu yang lalu.

Mengapa sampai ada ribuan perda yang dicabut oleh pemerintah pusat?
           Ini merupakan akumulasi dari tahun-tahun sebelumnya. Rata-rata perda yang dicabut tersebut adalah Perda yang sudah diberlakukan (Perda lama). Perda tersebut dievaluasi oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus mengikuti hasil evaluasi ini. Apabila ada pemerintah daerah yang masih 'bandel' atau tetap tidak mengikuti hasil evaluasi, maka perda tersebut akan kami cabut.

Selama ini mekanisme pengawasan dan  pembuatan Perda itu seperti apa?
           Pengawasan atas peraturan Pajak Daerah dan Restrubusi Daerah dikenal dengan istilah pengawasan preventif. Dimana pemerintah yang berada di kabupaten/kota terlebih dahulu dikirim ke Gubernur untuk dievaluasi. Nah, kalau peraturannya masih dianggap bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, maka Gubernur akan mengembalikan peraturan tersebut ke Pemerintah kabupaten/kota. Apabila tidak ada lagi yang dievaluasi, maka Gubernur akan langsung mengirimkan ke pusat.
          Kebanyakan pemerintah daerah langsung memberikan kepada para Menteri, hal ini tidak menjadi masalah. Nah, ketika pemerintah pusat tersebut sudah mengevaluasi, kemudian sudah diperbaiki oleh pemerintah daerah, maka kami memisahkan peraturan tersebut dengan peraturan yang masih bermasalah. Untuk pemerintah daerah  yang masih 'bandel' dan tidak mau memperbaiki kesalahan maka perda tersebut segera kami batalkan.

Kapan evaluasi itu dilakukan?
           Evaluasi bisa dilakukan setiap saat. Jadi, setiap kali Pemda mengirimkan perda-nya, pemerintah pusat langsung mengevaluasi. Masalahnya, Pemda itu sering tidak taat. Artinya, mereka sering tidak mengirimkan Perda-perda yang sudah mereka buat dan berlakukan. Kebanyakan perda yang sudah dibuat tersebut dicabut oleh pemerintah pusat karena tidak sesuai dengan peraturan pusat yang telah dibuat. Misalnya, Perda tahun 2003 baru dibatalkan tahun 2008, karena selama ini, pemerintah daerah tidak memberitahukan atau terlambat menyerahkanya ke pemerintah pusat.

Apa tolak ukur pemerintah pusat menolak sebuah Perda?
           Intinya, terdapat 3 (tiga) tolak ukur suatu perda ditolak. Pertama, Perda yang diajukan bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Kedua, Perda tersebut bertentangan dengan ketertiban umum. Ketiga, Perda bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
           Apabila Perda memenuhi ketiga kriteria tersebut, maka kami akan memanggil pemerintah daerah yang mengajukan perda tersebut untuk dievaluasi. Nah, seperti yang sudah saya katakan, apabila pemerintah daerah tidak mau memperbaiki Perda Pajak dan Retribusi tersebut, maka akan segera kami batalkan. Kalau perda tersebut sudah diberlakukan maka akan kami cabut.

Apakah terdapat pertemuan khusus antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menyusun sebuah Perda?
           Kami selalu membuat rapat dan mengundang pemerintah daerah untuk mengevaluasi draft peraturan yang mereka ajukan.

Apakah prosedur yang dilakukan selama ini sudah cukup efektif dalam rangka mengurangi resiko pembatalan atau pencabutan Perda?
          Sesungguhnya hal yang paling penting itu adalah pemerintah daerah harus taat  asas. Selain itu, menurut saya, teman-teman didaerah kurang mampu dalam bidang hukum atau membuat peraturan, khususnya DPRD-nya. Artinya, mereka kurang bisa menjabarkan peraturan yang lebih tinggi itu seperti apa.

Kesalahan apa yang sering dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam membuat Perda?
          Peraturan di daerah sering sekali lebih tinggi dari peraturan pusat. Artinya, pemerintah daerah sering membuat pengenaan tarif lebih tinggi dari tarif yang diatur dipemerintah pusat. Misalnya, pemerintah pusat sudah menetapkan tarif terhadap suatu objek sebesar 5% namun pemerintah daerah menetapkanya jadi 7%, jadi lebih tinggi dari tarif yang diatur oleh pusat.
          Menurut saya, mengapa hal itu terjadi? Ya, karena pemerintah daerah memiliki pengalaman yang kurang, pemahaman yang sedikit atau bahasa mudahnya kurang mumpuni. Selain itu, DPRD seringkali ikut apa kata eksekutifnya yaitu Bupati samapi Walikotanya. Tujuannya, agar daerah dapat meningkatkan pendapatannya. Hal ini yang seringkali menimbulkan masalah. Padahal seharusnya DPRD memiliki peran mengontrol dalam pembahasan Perda tersebut.

Bagaimana cara pemerintah pusat mengatasi pemerintah daerah yang bermasalah tersebut?
          Salah satunya adalah fungsi preventif tadi, yaitu mengevaluasi setiap peraturan daerah yang dikirimkan ke pemerintah pusat sebelum di undangkan. Kalau mereka tidak memenuhi persyaratan evaluasi tadi atau tidak mau menurut, maka kami akan membatalkan peraturan tersebut.
           Selain itu, terdapat pengawasan lain yang dinamakan pengawasan represif. Kalau pengawasan preventif  berbentuk evaluasi atau dikonsultasikan ke pemerintah pusat terlebih dahulu, maka dalam pengawasan represif, peraturan yang sudah berlaku bisa langsung dibatalkan tanpa dilakukan evaluasi. Untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam membuat peraturan, Kami  mengadakan pelatihan-pelatihan. Kemudian kami menyiapkan sistem aparaturnya walaupun belum terlalu sempurna.
          Selama ini, pemerintah daerah cukup antusias mengikuti acara pelatihan-pelatiahan tersebut, bisa dilihat dari tingkat kehadiran yang cukup tinggi setiap tahunnya. Namun kami kurang tahu apakah mereka memiliki daya serap yang tinggi atas pelatihan tersebut.

Bagaimana anda menyikapi Perda yang tumpang tindih dengan undang-undang yang lebih tinggi?

          Prinsipnya pemungutan pajak itu hanya satu kali. Jika sudah dipungut oleh pusat, maka seharusnya daerah tidak diperkenankan lagi untuk memungutnya. Menurut saya, tumpang tindih peraturan tersebut itu dikarenakan dua sebab.
          Pertama, daerah ingin mendapatkan sumber-sumber penghasilan yang lebih banyak. Kedua, seperti yang saya katakan sebelumnya, bahwa pemahaman pemerintah daerah kurang mencukupi. Pemerintah daerah menganggap bahwa beberapa kalipun suatu objek pajak dipunguti, tidak masalah. Padahal, seharusnyakan tidak boleh seperti itu.

Apakah pemerintah pusat tidak memberikan sanksi atau teguran?

          Sebenarnya kami belum mempunyai sanksi apabila pemerintah daerah tidak memberikan Perda-nya ke pemerintah pusat. Ini yang harus kami pikirkan ke depannya. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, kemungkinan sanksi yang tepat akan dikaitkan dengan Dana Alokasi Umum (DAU) atau Dana Alokasi Khusus (DAK). Apabila pemerintah daerah tersebut tidak menyerahkan Perda Pajak dan Retribusi Daerah ke pemerintah pusat, maka tahun depan kemungkinan DAU atau DAK akan dikurangi. Namun, hal tersebut masih harus dirumuskan lagi dengan spesifik.

Apakah ada lembaga yang tugasnya khusus untuk mengontrol atau menginvestigasi hal tersebut?

          Sampai saat ini belum ada. Biasanya diserahkan ke Biro Hukum dari Departemen Dalam Negeri (Depdagri). Dimana Depdagri merupakan departemen yang mengawasi jalanya pemerintahan daerah dan memiliki kewenangan untuk melakukan pembatalan peraturan yang dibuat oleh pemerintah daerah. Khusus untuk Perda Pajak dan Retribusi Daerah harus terlebih dahulu melalui pertimbangan Menteri Keuangan.

Apakah di Depdagri sendiri memiliki ahli-ahli perpajakan sendiri?

          Ahli pajak di Depdagri merupakan ahli-ahli keuangan di Direktorat Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah. Ahli-ahli tersebut yang mengerti tentang pajak daerah dan retribusi daerah.

Apakah pemerintah pusat menyiapkan guidance atau manual book untuk menuntun pemerintah daerah membuat Perda?

          Saat ini kami belum memiliki manual book.Sekarang yang ada hanya materi-materi pelatihan tentang penyusunan Perda dan legal drafting. Pedoman yang ada baru berupa peraturan Menteri Dalam Negeri yang berisi tentang produk hukum daerah itu seperti apa dan bagaimana tata cara pengawasannya. Namun, kedepannya akan kita buat.

Apakah akan ada reformasi di bidang peraturan-peraturan daerah?

          Ya,  pemerintah akan memperbaiki secara terus- menerus. Saat ini yang sedang diusulkan oleh pemerintah adalah Rancangan Tata Cara Penyusunan Perda. Jadi, akan ada peraturan yang mengatur bagaimana mekanisme  membuat Perda. Kemudian terdapat penataan bagaimana agar daerah itu bisa membuat Perda dengan benar sehingga Perda-nya tidak dibatalkan.

Dalam UU PDRD diusulkan agar pemerintah Daerah dalam membuat Perda harus melihat terlebih dahulu daftar tertutup (closed list) yang ada dalam UU tersebut, Bagaimana tanggapan Anda?

          Itu sebuah langkah yang baik, karena nanti objek-objek Pajak daerah tidak akan melenceng dari UU PDRD yang berlaku. Misalnya ada 10 (sepuluh) jenis objek pajak yang diatur dalam UU PDRD, maka Perdanya hanya akan memuat 10 (sepuluh) jenis tersebut. Pemerintah daerah tidak boleh mengembangkan objek pajak dan retribusi daerah lain.

Bagaimana jika ada potensi disuatu daerah tidak terakomodasi dalam UU?

          Tentu saja dalam menyusun materi UU itu harus sudah memperhatikan kepentingan seluruh daerah di Indonesia, tidak hanya menggunakan pendekatan Jakarta atau Pulau Jawa saja.. Saya rasa, selama ini, dalam UU PDRD sudah mewakili gambaran umum seluruh wilayah di Indonesia, karena kami kan sudah melalui berbagai kajian dalam menyusun UU PDRD ini. Jadi kemungkinan besar tidak ada yang terlewati lagi.

Selain Pemerintah apakah masyarakat ikut mengawasi Perda?

          Masyarakat berperan aktif dalam pengawasan dan pemberlakuan Perda. Jika ditemukan Perda Pajak yang bermasalah, masyarakat dapat mengirimkan surat kepada Menteri Dalam Negeri. Nanti akan kami tanggapi dan respon dengan cepat oleh pemerintah pusat.

Apa harapan anda khususnya dalam penyusunan Perda ke depannya?

          Pertama, dalam penyusunan sebuah perda, ada dua kaki di dalamnya yaiut DPRD dan lembaga Eksekutif. Kedua lembaga ini harus mengetahui politik hukum tentang pajak dan retribusi itu sendiri. Kedua, pemerintah daerah harus memiliki pengalaman dan kompetensi, jadi mereka harus melakukan peningkatan kapasitas diri. Ketiga, pemerintah daerah harus taat asas, jangan melanggar peraturan yang lebih tinggi.
          Kami juga berharap pemerintah pusat tidak lagi membatalkan Perda dengan harapan peraturan yang dibuat daerah itu sudah benar. Sebenarnya untuk membatalkan suatu peraturan itu merupakan pemborosan keuangan dan waktu. Begitu pula apabila terjadi konflik-konflik hukum karena daerah harus mencabut Perda tersebut sehingga akan menghasilkan 'Distrust Policy'.
          Apabila peraturan sering dicabut, maka nanti akan banyak pertanyaan dari masyarakat dan pengusaha. Selain, itu akan menimbulkan keraguan dan ketidakpercayaan dari masyarakat di daerah. Sehingga masyarakat dan pengusaha tidak mematuhi sebuah aturan karena tidak adanya kepastian hukum. Pada dasarnya, penyusunan perda juga tidak terlepas dari berbagai kepentingan. Salah satunya adalah kepentingan mendapatkan  pendapatan daerah yang banyak. Sehingga pajak dan retribusi daerah menjadi primadona oleh karena itu mereka membuat tarif yang tinggi padahal tarif pajaknya dari pusat sudah ditentukan.
sunber: majalah ITR

No comments:

Post a Comment

Wellcom To My Blog